Laporan Pembuatan Pupuk Organik Cair
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun ribuan hektar lahan yang subur
berkurang akibat penggunaan pupuk kimia. Sungguh ironis, menggunakan racun
untuk meningkatkan produksi pangan bagi kehidupan. Tidak heran bila kesehatan
dan daya tahan tubuh manusia terus merosot.
Penggunaan
pupuk organik tidak meninggalkan residu yang membahayakan bagi kehidupan.
Pengaplikasiannya mampu memperkaya sekaligus mengembalikan ketersediaan unsur
hara bagi tanah dan tumbuhan dengan aman.
Nilai tambah dari penggunaan
pupuk organik. Bahwa seperti
diketahui bersama hasil
produk pertanian dengan
menggunakan pupuk organik
mempunyai nilai jual
yang lebih tinggi
dibanding dengan pertanian
anorganik (pupuk buatan
pabrik), apalagi dipadukan
dengan penggunaan pestisida
organik dimana produknya
dikenal sebagai “Beras
organik non pestisida”
, mempunyai harga
jual hampir dua
kali dari produk pertanian anorganik. Meskipun segmen pasarnya masih tertentu ,
misalnya jaringan perhotelan, supermarket dengan pelanggan orang asing , restoran restoran
dll.
Berdasarkan hal tersebut
maka perlu diadakan pembuatan pupuk organik cair sehingga kita dapat memahami
cara pembuatan pupuk dan memanfaatkan limbah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari
praktikum ini adalah Mengetahui teknik-teknik pembuatan pupuk organik
cair, mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam
pembutan pupuk organik
ada
pun kegunaan dari praktikum ini adalah
1.
Mengurangi dampak pemanasan global
2.
Meningkatkan absorbsi gas CO2, SO2 dan polutan lainnya.
4. Meningkatkan
upaya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan.
5.Meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk memanfaatkan limbah tanaman.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk
semua jenis bahanorganik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi
haratersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tenpupuk
organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau
seluruhnya terdiri atas bahanorganik yang berasal dari tanaman dan atau hewan
yang telah melalui proses
rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik
daripada kadar haranya, nilai
C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik (Skoog 1962).
Bila C-organik
rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah
organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant
menurut
SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami,organik atau mineral. Sumber bahan organik dapat berupa kompos,
pupuk hijau, pupuk kandang,
sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri
yang menggunakan bahan pertanian,
dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan
oleh fungi, aktinomiset, dan cacing
tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang
dan tunggul akar setelah bagian
atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa
tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman
paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak (Skoog 1962).
Limbah
ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang tulang,darah, dan
sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal
dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan
kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat
menjadi kompos berupa sampah kota yang
berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik,
kertas, botol, dan kertas. Istilah
pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang
dapat berfungsi sebagai penyedia hara
dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan
saat penggunaan salah satu jenis (Razdan ,1983).
pupuk
hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.
Pupuk hayati dalam buku ini dapat didefinisikan
sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu
atau memfasilitasi tersedianya hara dalam
tanah bagi tanaman (Razdan ,1983).
Memfasilitasi
tersedianya hara ini dapat berlangsung
melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler,
pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun
perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan
simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok
tanaman tertentu atau dengan kebanyakan
tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh
kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil
perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini
terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan
mikoriza (Razdan ,1983).
Penambatan
N2 secara simbiotis dengan tanaman kehutanan
yang bukan legum oleh aktinomisetes genus Frankia di luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan
mikoriza yang tergolong ektomikoriza
juga di luar cakupan baku ini, karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman
kehutanan. Kelompok endomikoriza yang
akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler (Razdan
,1983).
III. METODOLOGI
3.1
Tempat Dan Waktu
Praktikum ini dilaksankan di
Kebun Percobaan Labiota, desa bulu ballea, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa,
Pada Hari Minggu, 10 April, 2011, Pukul 08.00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan
adalah ember, pencacah, dan karung.Sedangkan bahan yang di gunakan adalah daun
gamal, daun kubis, air, bioaktivator mikrobat, dan tetes tebu.
3.3
Prosedur kerja
Prosedur kerja dari
praktikum ini adalah :
o
Cacah bahan-bahan yang kan dibuat pupuk
o
Masukkan kedalam karung
o
Sementara itu, campurkan masing-masing 200ml
dari bioaktivator dan tetes gula kedalam 5 liter air
o
Setelah itu, masukkan karung kedalam larutan
tersebut, dan biarkan selama 2 minggu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4
4.
2 Pembahasan
Gambar
1 adalah gambar yang memperlihatkan pemberian bioaktivator yang diberikan ke
air rendaman dengan perbandingan sekitar 200 ml bioaktivator dicampur dengan 5
liter air rendaman. Bioaktivator ini berfungsi untuk mempercepat proses
penguraiaan bahan-bahan pembuat pupuk. Bioaktivator yang digunakan terdiri dari
beberapa jenis-jenis mikroba, baik yang berasal dari cendawan, maupun yang
berasal dari bakteri. Biokativator yang digunakan terdiri dari bakteri yang
berfungsi mempercepat penguraian, dan mikroba yang berfungsi sebagai musuh
alami terhadap OPT, atau bahkan mikroba yang berfungsi untuk mempercepat
pertumbuhan tanaman karena dapat mennghasilkan hormon pertumbuhan.
Hal
ini sesuai dengan pendapat rohendi, (2005), bahwa Aktivator pengomposan ini
menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam
mendegradasi limbah-limbah padat organik, contohnya: Trichodermapseudokoningii, Cytopagasp, Trichodermaarzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk
putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang
dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa
pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk
mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan
cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan
lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit
dikomposkan.
Gambar
2 memperlihakan pemberian molases (tetes tebu), pemberian ini sekitar 200ml,
diberikan kedalam larutan pertama. Fungsi dari larutan tetes tebu ini sebagai
makanan awal bagi mikroba yang akan bekerja menguraikan bahan-bahan yang akan
dibuat pupuk organik cair. Gambar 3 dan 4 memperlihatkan perlakuan bahan-bahan
pupuk organik setelah diberikan bioaktivator dan tetes tebu, kemudian diaduk.
Bahan-bahan yang dibuat pupuk kemudian direndam kedalam larutan tersebut.
Bahan-bahan yang telah dicacah disimpan kedalam karung, agar kondisi
bersesuaian dengan kondisi yang dikehendaki oleh mikroba. Ke tiga gambar ini
menjelaskan mengenai faktor-factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan
pupuk organik cair.
Hal
ini didukung oleh pendapat Parnata, Ayub.S, (2004), bahwa Kondisi atau
faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N
yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang
mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N
rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga
ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu
kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih
dahulu sebelum proses pengomposan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1)
Pupuk organik cair dapat dibuat dari
bahan-bahan organik yang ada disekitar kita, seperti sampah sisa rumah tangga,
ataupun sampah hasil pemangkasan tanaman.
2)
Beberapa hal yang mendukung dalam proses
percepatan pengomposan adalah:
o
Pemberian bioaktivator,
o
Penyesuaian kondisi, dan
o
Pemberian molases, sebagai makanan awal
mikroba
5.2 Saran
Pembuatan pupuk organik sebaiknya dapat
sering-sering disosialisasikan pembuatan maupun penggunaannya.agar berjalan
dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Djuarni, Nan.Ir, M.Sc., Kristian.,Setiawan,Budi
Susilo.(2006). Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta:AgroMedia.Hal
36-38
Parnata, Ayub.S. (2004). Pupuk Organik Cair.
Jakarta:PT Agromedia Pustaka. Hal 15-18.
Rohendi,
E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah
Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari
2005.
Suriadikarta, Didi Ardi., Simanungkalit, R.D.M.
(2006).Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jawa Barat:Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 2.
Sutanto, Rachman.
(2002). Pertanian organik: Menuju Pertanian Alternatif dan
Berkelanjutan.
Jakarta:Kanisius.