Selasa, 27 Maret 2012

Laporan Pembuatan Pupuk Organik Cair


Laporan Pembuatan Pupuk Organik Cair
I. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
 Setiap tahun ribuan hektar lahan yang subur berkurang akibat penggunaan pupuk kimia. Sungguh ironis, menggunakan racun untuk meningkatkan produksi pangan bagi kehidupan. Tidak heran bila kesehatan dan daya tahan tubuh manusia terus merosot.
Penggunaan pupuk organik tidak meninggalkan residu yang membahayakan bagi kehidupan. Pengaplikasiannya mampu memperkaya sekaligus mengembalikan ketersediaan unsur hara bagi tanah dan tumbuhan dengan aman.
Nilai tambah dari penggunaan pupuk organik.    Bahwa  seperti  diketahui  bersama  hasil  produk  pertanian  dengan  menggunakan  pupuk  organik  mempunyai  nilai  jual  yang  lebih  tinggi  dibanding  dengan  pertanian  anorganik  (pupuk  buatan  pabrik),  apalagi  dipadukan  dengan  penggunaan  pestisida  organik  dimana  produknya  dikenal  sebagai  “Beras  organik  non  pestisida”  ,  mempunyai  harga  jual  hampir  dua  kali  dari  produk pertanian anorganik.  Meskipun segmen pasarnya masih tertentu , misalnya jaringan perhotelan, supermarket dengan  pelanggan orang asing , restoran restoran dll.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan pembuatan pupuk organik cair sehingga kita dapat memahami cara pembuatan pupuk dan memanfaatkan limbah.


1.2  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum  ini adalah Mengetahui teknik-teknik pembuatan pupuk organik cair,  mengetahui bahan-bahan yang digunakan dalam pembutan pupuk organik
            ada pun kegunaan dari praktikum ini adalah
1. Mengurangi dampak pemanasan global
2. Meningkatkan absorbsi gas CO2, SO2 dan polutan lainnya.
4. Meningkatkan upaya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan.
5.Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan limbah tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahanorganik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi haratersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, tenpupuk organik dan pembenah tanah, dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahanorganik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik daripada kadar haranya, nilai C-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik (Skoog 1962).
Bila C-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami,organik atau mineral. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah. Pupuk hijau merupakan keseluruhan tanaman hijau maupun hanya bagian dari tanaman seperti sisa batang dan tunggul akar setelah bagian atas tanaman yang hijau digunakan sebagai pakan ternak. Sebagai contoh pupuk hijau ini adalah sisa–sisa tanaman, kacang-kacangan, dan tanaman paku air Azolla. Pupuk kandang merupakan kotoran ternak (Skoog 1962).
Limbah ternak merupakan limbah dari rumah potong berupa tulang tulang,darah, dan sebagainya. Limbah industri yang menggunakan bahan pertanian merupakan limbah berasal dari limbah pabrik gula, limbah pengolahan kelapa sawit, penggilingan padi, limbah bumbu masak, dan sebagainya. Limbah kota yang dapat menjadi kompos berupa sampah kota yang berasal dari tanaman, setelah dipisah dari bahan-bahan yang tidak dapat dirombak misalnya plastik, kertas, botol, dan kertas. Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat penggunaan salah satu jenis (Razdan ,1983).
pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu. Pupuk hayati dalam buku ini dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman (Razdan ,1983).
Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis. Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh kelompok organisme perombak. Kelompok mikroba simbiotis ini terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza (Razdan ,1983).
Penambatan N2 secara simbiotis dengan tanaman kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes genus Frankia di luar cakupan buku ini. Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini, karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza vesikulerabuskuler (Razdan ,1983).
III. METODOLOGI
3.1 Tempat Dan Waktu
Praktikum ini dilaksankan di Kebun Percobaan Labiota, desa bulu ballea, Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa, Pada Hari Minggu, 10 April, 2011, Pukul 08.00 WITA sampai selesai.
3.2  Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah ember, pencacah, dan karung.Sedangkan bahan yang di gunakan adalah daun gamal, daun kubis, air, bioaktivator mikrobat, dan tetes tebu.
3.3  Prosedur kerja
            Prosedur kerja dari praktikum ini adalah :
o   Cacah bahan-bahan yang kan dibuat pupuk
o   Masukkan kedalam karung
o   Sementara itu, campurkan masing-masing 200ml dari bioaktivator dan tetes gula kedalam 5 liter air
o   Setelah itu, masukkan karung kedalam larutan tersebut, dan biarkan selama 2 minggu.


IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN         
4.1 Hasil
     

 
                Gambar 1                                               Gambar 2
 


 
                 Gambar 3                                               Gambar 4
4. 2 Pembahasan
Gambar 1 adalah gambar yang memperlihatkan pemberian bioaktivator yang diberikan ke air rendaman dengan perbandingan sekitar 200 ml bioaktivator dicampur dengan 5 liter air rendaman. Bioaktivator ini berfungsi untuk mempercepat proses penguraiaan bahan-bahan pembuat pupuk. Bioaktivator yang digunakan terdiri dari beberapa jenis-jenis mikroba, baik yang berasal dari cendawan, maupun yang berasal dari bakteri. Biokativator yang digunakan terdiri dari bakteri yang berfungsi mempercepat penguraian, dan mikroba yang berfungsi sebagai musuh alami terhadap OPT, atau bahkan mikroba yang berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan tanaman karena dapat mennghasilkan hormon pertumbuhan.
Hal ini sesuai dengan pendapat rohendi, (2005), bahwa Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, contohnya: TrichodermapseudokoningiiCytopagaspTrichodermaarzianumPholyota spAgraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Gambar 2 memperlihakan pemberian molases (tetes tebu), pemberian ini sekitar 200ml, diberikan kedalam larutan pertama. Fungsi dari larutan tetes tebu ini sebagai makanan awal bagi mikroba yang akan bekerja menguraikan bahan-bahan yang akan dibuat pupuk organik cair. Gambar 3 dan 4 memperlihatkan perlakuan bahan-bahan pupuk organik setelah diberikan bioaktivator dan tetes tebu, kemudian diaduk. Bahan-bahan yang dibuat pupuk kemudian direndam kedalam larutan tersebut. Bahan-bahan yang telah dicacah disimpan kedalam karung, agar kondisi bersesuaian dengan kondisi yang dikehendaki oleh mikroba. Ke tiga gambar ini menjelaskan mengenai faktor-factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan pupuk organik cair. 
Hal ini didukung oleh pendapat Parnata, Ayub.S, (2004), bahwa Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1)    Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik yang ada disekitar kita, seperti sampah sisa rumah tangga, ataupun sampah hasil pemangkasan tanaman.
2)    Beberapa hal yang mendukung dalam proses percepatan pengomposan adalah:
o   Pemberian bioaktivator,
o   Penyesuaian kondisi, dan
o   Pemberian molases, sebagai makanan awal mikroba
5.2 Saran
Pembuatan pupuk organik sebaiknya dapat sering-sering disosialisasikan pembuatan maupun penggunaannya.agar berjalan dengan baik
            DAFTAR PUSTAKA
Djuarni, Nan.Ir, M.Sc., Kristian.,Setiawan,Budi Susilo.(2006). Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta:AgroMedia.Hal 36-38

Parnata, Ayub.S. (2004). Pupuk Organik Cair. Jakarta:PT Agromedia Pustaka. Hal 15-18.

Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.

 Suriadikarta, Didi Ardi., Simanungkalit, R.D.M. (2006).Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Jawa Barat:Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal 2.

 Sutanto, Rachman. (2002). Pertanian organik: Menuju Pertanian Alternatif dan
             Berkelanjutan. Jakarta:Kanisius. 

0 komentar:

Posting Komentar