LAPORAN PROFIL
TANAH
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tanah adalah lapisan nisbi tipis
pada permukaan kulit. Pembentukan tanah dari bongkahan bumi mulai dari
proses-proses pemecahan atau penghancuran dimana bahan induk berkeping-keping
secara halus.
Fungsi utama tanah adalah sebagai
media tumbuh makhluk hidup. Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil
pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses
pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang dilapuk oleh
mikroorganisme dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur
tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bagian bawah dan
berbagai proses lain, sehingga apabila kita menggali lubang pada tanah maka
akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang berbeda sifat fisik, kimia, dan
biologinya, lapisan-lapisan inilah yang disebut dengan horizon tanah yang
terbentuk dari mineral anorganik akar. Susunan horizon tanah tersebut biasa
disebut Profil Tanah.
Dengan kata lain, Profil Tanah
merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang menunjukkan susunan
horizon tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk
dibawahnya. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk selain dipengaruhi oleh
perbedaan bahan induk sebagai bahan pembentuknya, juga terbentuk karena
pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air.
Terdapatnya horizon-horizon pada
tanah-tanah yang memiliki perkembangan genetis menyugestikan bahwa beberapa
proses tertentu, umum terdapat dalam perkembangan Profil Tanah. Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan
pengamatan Profil Tanah dalam langkah awal penelitian dan pengamatan terhadap
tanah.
1.2 Tujuan dan
Kegunaan
Tujuan praktikum ini adalah
pengamatan langsung di lapangan mengenai Profil Tanah dan untuk mengamati
lapisan- lapisan tanah.
Kegunaan praktikum adalah sebagai
bahan informasi dan merupakan bahan perbandingan antara materi kuliah dan
praktikum yang dilakukan di lapangan.
II.TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Profil
Tanah
Profil Tanah merupakan suatu irisan
melintang pada tubuh tanah dibuat dengan cara menggali lubang dengan ukuran
(panjang dan lebar) tertentu dan kedalaman yang tertentu pula sesuai dengan
keadaan keadaan tanah dan keperluan penelitian. Tekanan pori diukur relative terhadap
tekanan atmosfer dianamakan muka air tanah. Tanah yang diasumsikan jenuh
walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara (Pasaribu,
2007).
Horizon Tanah adalah
tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal, pada lapisan yang disebut
horizons. Mereka mulai dari kaya, organik lapisan atas (humus dan tanah) ke
lapisan yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock)
(Anonim1, 2011).Horizon dan lapisan terbagi sesuai dengan (Anonim2,
2011):
1. Horizon
organik : horizon organik dari tanah mineral
a.
Terbentuk pada bagian atas tanah
mineral
b.
Terdiri atas oleh bahan-bahan
organik segar/terurai sebagian 50% 30% jika berfrasi lempung.
c.
Berkadar BO 20% jika berfraksi bukan
lempung
·
O1 : horizon organik yang sebagian
besar bagian-bagiannya masih jelas menampakkan bentukasli.
·
O2 : horizon organik yang sudah
tidak tersidik bentuk asli asalnya.
2. Horizon
mineral yang terdiri atas:
a.
Horizon pengumpulan b.o yang
terbentuk dekat permukaan
b.
Lap yang telah kehilangan lempung,
besi atau aluminium yang mengakibatkan pengumpulan kwarsa atau mineral
c.
Horizon yang dirajai (a) atau (b)
tapi memperlihatkan sifat ke horison B atau C dibawahnya.
A1 : terbentuk/sedang terbentuk
pada/dekat muka tanah dengan penimbunan b.o. Terhumofikasi yang berhubungan
dengan fraksi mineralnya.
A2 : berciri pokok hilangnya
lempung, besi atau aluminium sehingga terjadi pemekatan residuil kwarsa.
A3 : horizon peralihan antara A dan
B dan dirajai oleh sifat-sifat khas A1dan A2 yang menumpanginya, tapi mempunyai
beberapa sifat tambahan dari horizon B di bawahnya. AB : peralihan antara A dan
B, yang bagian atas berciri utama sifat-sifat A, dan bagian bawah seperti
horizon B. Biasanya karena terlalu tipis, bila tebal harus dipisahkan.
Keduanya tidak bisa dipisahkan
menjadi A3 dan B1
* Ciri-ciri Utamanya
a. Pemekatan
illuvial lempung silikat, besi, Al/humus baik sendiri-sendiri maupun kombinasi.
b. Pemekatan
residuil seskudesido atau lempung silikat dengan pelarutan/penghilangan
karbonat-karbonat/garam-garam mudah larut.
c. Terjadi
pelarutan seskuidesida sehingga berwarna lebih tua, cemerlang atau lebih merah
tapi tak ada iluviasi besi.
d. Perobahan
bahan dari keadaan aslinya yang mengaburkan struktur batuan asli,
yang membentuk lempung-lempung silikat, membebaskan desida-desida
atau keduanya dan membentuk struktur granuler, gumpal atau prismatik.
Menurut Hanafiah (2007), berdasarkan
pembentukannya, bebatuan ini dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu:
1. Batuan
beku (igneous rock) yang merupakan bebatuan yang terbentuk dari proses
solidifikasi (pembekuan) magma cair. Apabila proses pembentukannya terjadi jauh
dibawah tanah, maka bebatuan yang terbentuk disebut plutonik (batuan dalam),
disebut intrusi (batuan gang) jika pembekuannya terjadi didalam liang-liang
menuju permukaan tanah, dan disebut ekstrusi (batuan vulkanik atau lelehan)
jika pembekuannya terjadi dipermukaan tanah.
2. Batuan
sedimen (sedimentary rock) merupakan bebatuan yang terbentuk dari proses
konsolidassi (pemadatan) endapan-endapan partikel yang terbawa oleh angina atau
air dibawah permukaan bumi.
3. Batuan
peralihan (metamorf) yang merupakan batuan beku atau batuan sedimen yang telah
mengalami transformasi (perubahan rupa) akibat adanya pengaruh perubahan suhu,
tekanan, cairan atau gas aktif.
Horizon O adalah lapisan teratas
yang hampir seluruhnya mengandung bahan organik. Tumbuhan daratan dan jatuhan
dedaunan termasuk pada horizon ini. Juga humus. Humus dari horizon O bercampur
dengan mineral lapuk untuk membentuk horizon A, soil berwarna gelap yang kaya
akan bahan organik dan aktivitas biologis, tumbuhan ataupun hewan. Dua horizon
teratas ini sering disebut topsoil.
Asam organik dan CO2 yang
diproduksi oleh tumbuhan yang membusuk pada topsoil meresap ke bawah ke horizon
E, atau zona pencucian, dan membantu melarutkan mineral seperti besi dan
kalsium. Pergerakan air ke bawah pada horizon E membawa serta mineral terlarut,
juga mineral lempung berukuran halus, ke lapisan di bawahnya. Pencucian (atau
eluviasi) mineral lempung dan terlarut ini dapat membuat horizon ini berwarna
pucat seperti pasir (Hakim, 2007).
Material yang tercuci ke bawah ini
berkumpul pada horizon B, atau zona akumulasi. Lapisan ini kadang agak
melempung dan berwarna merah/coklat karat akibat kandungan hematit dan
limonitnya. Kalsit juga dapat terkumpul di horizon B. Horizon ini sering
disebut subsoil. Pada horizon B, material Bumi yang masih keras (hardpan),
dapat terbentuk pada daerah dengan iklim basah di mana mineral lepung, silika
dan oksida besi terakumulasi akibat pencucian dari horizon E. Lapisan hardpan
ini sangat sulit untuk digali/dibor. Akar tumbuhan akan tumbuh secara lateral
di atasnya dan bukannya menembus lapisan ini; pohon-pohon berakar dangkal ini
biasanya terlepas dari akarnya oleh angin (Pairunan, 1985).
Horizon C ialah material batuan asal
yang belum seluruhnya lapuk yang berada di bawah horizon B. Material batuan
asal ini menjadi subjek pelapukan mekanis maupun kimiawi dari frost action,
akar tumbuhan, asam organik, dan agen lainnya. Horizon C merupakan transisi
dari batuan asal (sedimen) di bawahnya dan soil yang berkembang di atasnya (Buckman,
1992).
Contoh Tanah adalah suatu volume
massa tanah yang diambil dari suatu bagian tubuh tanah (horison/lapisan/solum)
dengan cara-cara tertentu disesuaikan dengan sifat-sifat yang akan diteliti
secara lebih detail di laboratorium. Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan
dengan teknik dasar yaitu pengambilan contoh tanah secara utuh dan pengambilan
contoh tanah secara tidak utuh (Anonim1, 2011).
Menurut Anonim2 (2011),
untuk penetapan sifat-sifat fisika tanah ada 3 macam pengambilan contoh tanah
yaitu:
·
Contoh tanah tidak terusik
(undisturbed soil sample) yang diperlukan untuk analisis penetapan berat isi
atau berat volume (bulk density), tagihan ukuran pori (pore size distribution)
dan untuk permeabilitas (konduktivitas jenuh).
·
Contoh tanah dalam keadaan agregat
tak terusik (undisturbed soil aggregate) yang diperlukan untuk penetapan ukuran
agregat dan derajad kemantapan agregat (aggregate stability).
·
Contoh tanah terusik (disturbed soil
sample), yang diperlukan untuk penetapan kadar lengas, tekstur, tetapan
Atterberg, kenaikan kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, Indeks
patahan (Modulus of Rupture:MOR), konduktivitas hidroulik tak jenuh, luas
permukaan (specific surface), erodibilitas (sifat ketererosian) tanah
menggunakan hujan tiruan.
Secara umum, analisis contoh tanah
menurut (Anonim2, 2011) bertujuan untuk:
a.
Menentukan sifat fisik dan kimia
tanah (status unsur hara tanah).
b.
Mengetahui lebih dini adanya
unsur-unsur beracun tanah.
2.2
Tanah Oxisol
Oxisol menduduki rangking kelima di
bumi, golongan ini berasal dari bahasa Prancis, Oxide yang berarti Oksida.
Semua tanah yang memiliki horizon oksida, tergolong oxisol.Oxisol menurut
system klasifikasi tanah 1949 meliputi tanah lateritik, Lastosol, dan laterit
air tanah (Ground Water Laterite). Golongan tanah oxisol tersebar di daerah
tropika dan paling luas di Afrika dan di Amerika Selatan. Sub-order dari tanah
oxisol adalah sebagai berikut:
1. Aquox, Aqua + ox isol, berasal dari
Latin Aqua, air. Khas en hubungannya dengan perariran.
2. Humox, Hum us + ox isol, dari kata
Yunani, Humus, bun. Artinya: Oxisol yang mengandung bahan organic.
3. Orthox, Ortho os + ox isol, orth dari
bahasa Yunani; ortho benar. Artinya oxisol biasa.
4. Ustox, ust us + ox isol, Ust dari
bahasa Latin ustus, terbakar. Oxisol terdapat pada region iklim kering, biasa
musim panas yang kering.
5. Torrox, torr idus + ox isol. Torr
berasal dari bahasa Latin torrid us, panas, kering. Artinya biasa kering. Tanah
oxisol memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
·
Warna
tanahnya merah hingga kuning, sehingga sering disebut tanah merah.
·
Tanah
Latosol yang mempunyai sifat cepat mengeras bila tersing kap atau berada di
udara terbuka disebut tanah laterit.
·
Kejenuhan
basa kurang dari 50 %, umumnya mempunyai epipedon kambrik dan horison kambik.
·
Mengalami
pencucian dan pelapukan lanjut, berbatas horizon baur, sehingga kandungan
mineral primer dan unsure hara rendah,
·
Konsistensi
gembur dengan stabilitas agregat kuat dan terjadi penumpukan relative
seskwioksida di dalam tanah akibat pencucian silikat.
·
Tanah
dengan kadar liat lebih dari 60 %, remah sampai gumpal, gembur, warna tanah
seragam dengan dengan batas-batas horison yang kabur, solum dalam (lebih dari
150 cm).
Tanah Alfisol,
Ultisol dan Oxisol termasuk kelompok tanah merah (Soepraptohardjo, 1961; dalam
Buurman, 1980), bahan induk bersifat masam hingga ultra basa.
Ketersediaan
unsur P dan K di tanah Oxisol sangat rendah, sebagai akibat dari pelapukan
lanjut, dan terikat menjadi bentuk yang tidak tersedia untuk tanaman, yaitu Fe-
P, Al-P, FeAl-P dan bentuk lainnya.
Tanah Oxisol
banyak digunakan untuk perladangan, pertanian subsisten pengembalaan dengan
intensitas rendah, dan perkebunan yang intensif seperti perkebunan tebu, nanas,
pisang dan kopi.
Upaya
pemanfaatan tanah Oxisol secara optimal, khususnya untuk pengembangan tanaman
kelapa sawit memerlukan pemahaman yang tepat dan menyeluruh mengenai
karakteristik tanah tersebut. (studi di Perkebunan Pelaihari Kalimantan Selatan
pada Maret 2002). Pemanfaatan tanah Oxisol untuk pengembangan kelapa sawit,
khususnya di kebun Pelaihari, harus diikuti dengan upaya untuk memperbaiki
tingkat kesuburan tanah. Upaya tersebut di antaranya adalah penanaman tanaman
kacangan penutup tanah, pemupukan, dan aplikasi bahan organic
Daerah
penyebaran Oxisol adalah daerah tropis dengan curah hujan tinggi (2000-7000
mm/tahun), terbentuk di daerah tuf, abu atau fan vulkanik yang telah mengalami
pelapukan lanjut, dengan bentuk wilayah berombak, bergelombang, berbukit hingga
bergunung serta pada ketinggian 10 sampai 1000 m dari permukaan laut
(Sarief:1985). Terdapatnya penyebaran tanah Oxisol ini pada ketinggian 10
sampai 1000 m dpl, berarti tanah oxisol dapat ditemui di dataran rendah (0-600
m dpl) maupun di dataran tinggi (>600 m dpl), sehingga sangat besar
kemungkinan sifat-sifat fisika tanah pada kedua macam daerah akan berbeda pula.
Sebab perbedaan sifat fisika tanah sangat dipengaruhi oleh perbedaan
faktor-faktor pembentuk tanah seperti iklim, bahan induk, topografi, organisme
dan waktu (Buol, Hole, Cracken, 1980).
2.3
Tanah Vertisol
Tanah Vertisol memiliki kapasitas
tukar kation dan kejenuhan basa yang tinggi. Reaksi tanah bervariasi dari asam
lemah hingga alkaline lemah; nilai pH antara 6,0 sampai 8,0. pH tinggi
(8,0-9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi (Munir, 1996).
Vertisol
menggambarkan penyebaran tanah-tanah dengan tekstur liat dan mempunyai warna
gelap, pH yang relatif tinggi serta kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa
yang juga relatif tinggi. Vertisol tersebar luas pada daratan dengan iklim
tropis dan subtropis (Munir, 1996).
Dalam
perkembangan klasifikasi ordo Vertisol, pH tanah dan pengaruhnya tidak cukup
mendapat perhatian. Walaupun hampir semua tanah dalam ordo ini mempunyai pH
yang tinggi, pada daerah-daerah tropis dan subtropis umumnya dijumpai Vertisol
dengan pH yang rendah. Dalam menilai potensi Vertisol untuk pertanian hendaknya
diketahui bahwa hubungan pH dengan Al terakstraksi berbeda disbanding dengan
ordo lainnya. pH dapat tukar nampaknya lebih tepat digunakan dalam menentukan
nilai pH Vertisol masam dibanding dengan kelompok masam dari ordo-ordo lainnya.
Perbedaan tersebut akan mempunyai implikasi dalam penggunaan tanah ini untuk
pertumbuhan tanaman. Batas-batas antara antara kelompok masam dan tidak masam
berkisar pada pH 4,5 dan sekitar 5 dalam air (Lopulisa, 2004).
Proses
pembentukan tanah ini telah menghasilkan suatu bentuk mikrotopografi yang
khusus yang terdiri dari cekungan dan gundukan kecil yang biasa disebut
topografi gilgai. Kadang-kadang disebut juga topografi polygonal (Hardjowigeno,
1993).
Koloid tanah
yang memiliki muatan negetif besar akan dapat menjerap sejumlah besar kation.
Jumlah kation yang dapat dijerap koloid dalam bentuk dapat tukar pH tertentu
disebut kapasitas tukar kation. KTK merupakn jumlah muatan negatif persatuan
berat koloid yang dinetralisasi oleh kation yang muda diganti (Pairunan,dkk,1997).
Tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK
lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir. Jenis-jenis mineral liat juga menentuka besarnya KTK
tanah (Hakim,dkk,1986).
Pada
umumnya Vertisol juga defisiensi P. Setelah N, unsure P merupakan
pembatas hara terbesar pada Vertisol. Kekurangan unsure P jika kandungan P
kurang dari 5 ppm. Ini berpengaruh pada pemupukan P yang cukup kecil jika
produksi tanaman pada musim berikutnya rendah. P menjadi nyata jika tanaman
yang tumbuh pada kondisi irigasi yang baik, jika produksinya tinggi maka
dianjurkan untuk mencoba menambah pemakaian pupuk N (Munir, 1996).
Kadar fosfor
Vertisol ditentukn oleh banyak atau sedikitnya cadangan mineral yang megandung
fosfor dan tingkat pelapukannya. Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal
yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk fosfor tanah, dan
ketersediaan fosfor (Pairunan, dkk, 1997).
Pada tanah
Vertisol P tersedia adalah sangat tinggi pada Vertisol yang berkembang dari
batuan basik tetapi rendah pada tanah yang berkembang dari bahan
vulkanis. Pada segi lain vertisol yang berkembang dari bahan induk marl atau
napal, kandungan P total tersedia adalah rendah (Soepardi, 1979).
Vertisol
adalah tanah yang memiliki KTK dan kejenuhan hara yang tinggi. Rekasi tanah
bervariasi dengan asam lemah hingga alkaline lemah, nilai pH antara 6,0 sampai
8,0, pH tinggi (8,0 – 9,0) terjadi pada Vertisol dengan ESP yang tinggi dan
Vertisol masam (pH 5,0 – 6,2) (Munir, 1996).
KTK
tanah-tanah Vertisol umumnya sangat tinggi disbanding dengan tanah-tanah
mineral lainnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan liat yang
terbungkus mineral Montmorillonit dengan muatan tetap yang tinggi. Kandungan
bahan organik sungguhpun tidak selalu harus tinggi mempunyai KTK yang sangat
tinggi. Katio-kation dapat tukar yang dominant adalah Ca dan Mg sdan pengaruhnya satu sama lain sangat berkaitan
dengan asal tanah (Lopulisa, 2004).
Kejenuhan basa
ynag tinggi, KTK yang tinggi, tekstur yang relative halus, permeabilitas yang
rendah dan pH yang relative tinggi dan status hara yang tidak seimbang merupaka
karakteristik Vertisol (Hardjowigeno, 1985).
2.4
Faktor- faktor yang mempengaruhi
pembentukan soil
1. Kemiringan
Daerah dengan kemiringan terjal akan mengandung sedikit soil
atau tidak sama sekali, Hal ini disebabkan oleh gravitasi yang membuat air dan
partikel soil bergerak ke bawah. Vegetasi akan jarang sehingga akan sedikit
akar tanaman yang menyentuh batuan lapuk dan akan sangat jarang bahan organik
yang menyediakan nutrien. Kontras dengan yang tadi, daerah bottomland akan
sangat tebal, namun drainasenya kurang baik dan soil akan jenuh air.
2. Material
Asal
Material asal adalah sumber dari mineral lapuk yang
membentuk hampir seluruh soil. Soil yang berasal dari granit lapuk akan menjadi
pasiran karena partikel kuarsa dan feldspar yang terlepas dari granit. Setelah
butiran feldspar lapuk, mineral lempung berukuran halus akan terbentuk. Soil
yang terbentuk akan memiliki variasi ukuran butir yang sangat baik untuk
drainase dan kemampuan menahan air.
Pembentukan soil dari basalt tidak akan menjadi pasiran,
bahkan saat tahap awal pembentukannya. Jika pelapukan kimiawi lebih prevalent
dari pada mekanis, butiran feldspar yang lapuk akan langsung menjadi mineral
lempung halus. Karena batuan asal tidak mengandung butiran kasardan kuarsa,
soil yang terbentuk akan kekurangan pasir. Soil seperti ini tidak akan
terdrainase dengan baik, walau bisa saja tetap subur.
3. Organisme
Hidup
Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan
organik bagi soil. Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air.
Tumbuhan membusuk akan melepaskan asam organik yang meningkatkan pelapukan
kimiawi. Hewan penggali seperti semut, cacing, dan tikus membawa partikel soil ke
permukaan dan mencampur bahan organik dengan mineral.
Lubang-lubang yang dibuat akan membantu sirkulasi air dan
udara, meningkatkan pelapukan kimiawi dan mempercepat pembentukan soil.
Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan protozoa membantu proses pembusukan
bahan organik menjadi humus.
4. Waktu
Karakter soil berubah seiring berjalannya waktu. Soil yang
masih muda masih mencerminkan struktur material asalnya. Soil yang sudah dewasa
akan lebih tebal. Pada daerah volkanik aktif, rentang waktu antarerupsi dapat
ditentukan dengan meneliti ketebalan soil yang terbentuk pada masing-masing
aliran ekstrusif. Soil yang telah terkubur dalam-dalam oleh aliran lava, debu
vulkanik, endapan glasial, atau sedimen lainnya disebut paleosol. Soil seperti
ini dapat dilacak secara regional dan dapat mengandung fosil. Maka dari itu,
soil ini
sangat
berguna untuk dating batuan dan sedimen, serta untuk menginterpretasi iklim dan
topografi lampau.
5. Iklim
Iklim barangkali merupakan faktor terpenting yang menentukan
ketebalan dan karakter soil. Material asal pada topografi yang sama dapat
terbentuki menjadi soil yang berbeda jika iklimnya berbeda. Temperatur dan
curah hujan menentukan pelapukan kimiawi atau mekaniskah yang paling dominan,
dan akan berpengaruh kepada laju dan kedalaman pelapukan. Iklim juga menentukan
jenis organisme yang dapat hidup di soil tersebut.
III.METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Tempat dan
Waktu Pengamatan
Praktikum Profil Tanah tersebut dilakukan pada hari sabtu
tanggal 8 Oktober 2011 sekitar pukul 10.00 – selesai dan bertempat di balai percobaan tanaman perkebunan (BPTP) kecamatan Limbung Kabupaten
Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2
Alat dan Bahan
Alat yang
digunakan adalah cangkul, linggis, penggaris, cutter/pisau, meteran, ring
sampel, papan, Daftar Isian Profil (DIP), dan GPS (Global Position Sistem).
Bahan yang digunakan adalah kantong plastik gula, karung,
papan,spidol, dan kertas label.
3.3
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum ini adalah :
1.
Penggalian Profil
Tanah
a.
Membuat lubang penampang harus besar, agar orang dapat mudah duduk atau
berdiri di dalamnya agar pemeriksaan berjalan lancar.
b.
Mengukur penampang 1,5 m x 1 m sampai bahan induk dan pemeriksaan di sisi
lubang penampang ruang mendapat sinar matahari.
c.
Tanah bekas galian jangan ditumpuk di atas sisi penampang pemeriksaan.
d.
Penampang pewakil adalah tanah yang belum mendapat gangguan, misalnya
timbunan serta jauh dari pemukiman.
e.
Jika berair, maka air yang berada dalam penampang harus dikeluarkan
sebelum pengamatan.
f.
Melakukan pengamatan pada sinar matahari cukup (tidak terlalu pagi atau
sore ).
2.
Cara
Pengambilan Sampel Tanah Utuh
a.
Meratakan dan
membersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian meletakan ring sampel tegak
lurus (bagian runcing menghadap ke bawah) pada lapisan tanah tersebut.
b.
Menekan ring
sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah.
c.
Meletakkan ring
sampel lain tpepat di atas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai
bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (10 cm).
d.
Menggali ring
sampel beserta tanah di dalamnya dengan skop atau linggis.
e.
Memisahkan ring
sampel kedua dari ring sampel pertama dengan hati-hati,
kemudian potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring
sampel sampai permukaan rata dengan permukaan ring sampel.
f.
Menutup ring
sampel dengan plastik, lalu simpan dalam kotak khusus yang sudah disediakan.
3.
Cara
Pengambilan Sampel Tanah Terganggu
a.
Ambillah tanah
dengan sendok tanah atau pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil,
mulailah dengan lapisan paling bawah.
b.
Masukkan dalam
kantong plastk yang telah di beri label.
IV.KEADAAN UMUM
LOKASI
4.1 Letak
Astronomis dan Geografis
Lokasi tempat
penelitian Profil Tanah adalah di BPTP Kabupaten Gowa. Dengan letak
astronomis 05°18’36’.6”E 119°30’01.5” .
Letak
geografis tempat praktikum yaitu :
·
Sebelah
utara : Desa Palompong
·
Sebelah
timur : Desa Bontoramba
·
Sebelah
selatan : Desa Lassang
·
Sebelah
barat : Desa Sugitangnga
4.2 Iklim
Iklim merupakan
faktor yang amat penting dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan
sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi fisik di dalam tanah. Daerah ini
termasuk iklim C, sesuai dengan pembagian iklim Schmit Fergussan. Keadaan di lokasi adalah C2-C3 dengan curah hujan
rata-rata berkisar 800-2500 mm.
4.3 Topografi
Topografi
merupakan perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk perbedaan
kecuraman dan bentuk lereng. Keadaan topografi di tempat pengambilan Profil Tanah
adalah datar.
4.4 Vegetasi
Vegetasi pada
tempat pengambilan sampel tanah di profil dalam adalah subur, dengan tanaman
berupa legum dan rumput. Lokasi juga biasa digunakan sebagai tempat berkebun
dan lokasi pakan ternak.
4.5 Penggunaan
Lahan
Lahan yang digunakan pada pengambilan sampel Profil Tanah di
BPTP Kabupaten Gowa adalah untuk lahan perkebunan seperti tanaman yang berakar
pendek (akar serabut) , dan sebagai lahan peternakan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh di lapangan
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 1: Hasil Pengamatan Profil Tanah di Wilayah Gowa
Kategori
|
Lapisan
|
||
I
|
II
|
III
|
|
Kedalaman
Lapisan (cm)
|
22
|
34
|
34
|
Batasan
Lapisan
|
Nyata
|
Berbaur
|
Berbaur
|
Topografi
Batas Lapisan
|
Berombak
|
Berombak
|
Berombak
|
Warna(Munsell)
|
Coklat keabua-abuan
|
||
Tekstur
|
Pasir
berlempung
|
Lempung liat
berpasir
|
Lempung liat
berpasir
|
Struktur
|
Halus
|
Medium
|
Medium
|
Konsistensi
|
Kering
|
Lembab
|
Lembab
|
Karatan
|
Tidak ada
|
Mangan
|
Alumunium, Mn
|
Sumber : Data primer, 2011
5.2
Pembahasan
Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa setiap
tanah mempunyai horison-horison yang berbeda. Lapisan I pada profil dalam
mempunyai kedalaman lapisan 22 cm dan berwarna hitam. Warna gelap tersebut
terjadi karena dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang tinggi yang
terdekomposisi. . Hal ini sesuai dengan dituturkan Hakim (2007) yang menyatakan
bahwa horison teratas hampir seluruhnya mengandung bahan organik. Tumbuhan
daratan dan jatuhan dedaunan termasuk pada horizon ini. Humus dari horizon
bercampur dengan mineral lapuk untuk membentuk lapisan I, soil berwarna gelap
yang kaya akan bahan organik dan aktivitas biologis, tumbuhan ataupun hewan.
Lapisan II pada
profil dalam mempunyai kedalaman lapisan 34 cm dan berwarna coklat muda. Memiliki
tekstur lempung liat berpasir karena
pada saat pengambilan profil struktur bongkahan mudah hancur dan mudah dibentuk.
Lapisan II mempunyai
batasan lapisan baur. Menurut Hardjowigeno (1985) bahwa batas suatu horizon
dengan horizon lainnya dalam suatu Profil Tanah dapat terlihat jelas atau baur
Lapisan III
pada profil dalam berwarna hitam dengan kedalaman lapisan 34 cm. Memiliki tekstur lempung liat berpasir mempunyai struktur
yang medium dan konsistensinya lembab atau tidak kering karena berada pada
lapisan bawah sehingga tidak mudah untuk mengalami penguapan air.
Hal ini sesuai dengan Buckman (1982) yang menyatakan
bahwa pada lapisan ke III merupakan transisi dari batuan asal dibawahnya dan
soil yang berkembang diatasnya
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum maka dapat
disimpulkan bahwa :
a.
Lapisan I
mempunyai kedalaman 22 cm dengan warna abu-abu, memiliki batasan lapisan nyata,
topografi batas lapisan berombak, konsistensi kering, tekstur pasir berlempung,
struktur halus, dan tidak ada karatan.
b.
Lapisan II
mempunyai kedalaman 34 cm dengan warna tanah coklat, memiliki batasan lapisan
berbaur, topografi batas lapisan berombak, konsistensi lembab, tekstur lempung
liat berpasir, struktur medium, dan mengandung mangan.
c.
Lapisan III
mempunyai kedalaman 34 cm dengan warna tanah coklat kekunig-kuningan, memiliki
batasan lapisan berbaur, topografi batas lapisan berombak, konsistensi tanah
lembab, tekstur lempung liat berpasir, struktur medium (sedang), dan mengandung
alumunium, mangan.
d.
Faktor- faktor pembentukan tanah
yaitu kemeringan, material asal, organism hidup, waktu, dan iklim.
6.2 Saran
Untuk praktikum
selanjutnya supaya waktunya tidak diundur dengan waktu yang telah ditentukan.
Untuk asisten agar memberikan TP (tugas
pendahuluan) sesuai yang telah ditentukan dan memberikan arahan kepada anggotanya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1 .2011. http://feiraz.wordpress.com/2008/11/08/geografi-tanahindonesia.
Diakses tanggal 16/10/2011 pukul
21.00 WITA
Anonim2 .2011. http://feiraz.wordpress.com/2008/11/08/geografi-tanah-indonesia.
Diakses tanggal 16/10/2011 pukul
21.00 WITA
Buckman,Harry O.1982.Ilmu
Tanah.Bhratara Karya Aksara: Jakarta
Buol,Holo,Cracken. 1980.Ilmu
Tanah.Bhratara Karya Aksara: Jakarta
Hakim.2007. 1986. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Hanafiah, Kemas
Ali,Dr,Ir.2007.Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT.Rajagra Findo Persada: Jakarta
Hardjowigeno. 1985. Ilmu
Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo.
Lopulisa.2004.Dasar-Dasar
Ilmu Tanah.PT.Rajagara Findo Persada: Jakarta
Maidhal, 1993. Skripsi
“Perbandingan sifat fisika tanah lapisan atas oxisol di dataran
tinggi dan dataran
rendah”. Universitas Andalas Fakultas Pertanian. Padang.
Munir, 1996. http://feiraz.wordpress.com/2008/11/08/geografi-tanah-indonesia.
Diakses tanggal 16/10/2011 pukul
21.00 WITA
Pairunan, A.K, dkk. 1985. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Indonesia Timur.
Pasaribu.2007. http://www.scribd.com/doc/13977716/Alfisol-Dan-Oxisol.Diakses tanggal 16/10/2011 pukul 21.00 WITA
Soepardi, 1979.http://www.scribd.com/doc/13977716/Alfisol-Dan-Oxisol.
Diakses tanggal 16/10/2011 pukul 21.00 WITA
Soepraptohardjo, 1961; dalam Buurman,
1980. http://www.scribd.com/doc/13977716/Alfisol-Dan-Oxisol.Diakses tanggal 16/10/2011 pukul 21.00 WITA
Syafi’i, Suryatna.1990. Ilmu Tanah. Angkasa Bandung. Bandung
0 komentar:
Posting Komentar